Service Center

+62 85774459007

Email center

info@stikesmadani.ac.id

Search

Oleh: Faisal Sangadji

Manis selalu identik dengan gula dan yang namanya penyakit kencing manis atau penyakit gula sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat. Di dunia kesehatan, penyakit ini dikenal dengan diabetes melitus atau kadang juga hanya disebut dengan diabet. Di Indonesia, penyakit ini menempati posisi ketiga penyebab kematian setelah stroke dan penyakit jantung koroner. Dari tahun ke tahun, angka kejadiannya pun terus meningkat. Belum lagi dari diabetes melitus, muncul komplikasi berupa stroke, serangan jantung, dan gagal ginjal.

Lantas apa yang dimaksud dengan diabetes mellitus?

Bicara tentang diabetes melitus, tidak terlepas dari yang namanya glukosa dan insulin. Secara normal, glukosa beredar di pembuluh darah dalam jumlah tertentu. Glukosa sendiri dibentuk di hati dari makanan yang kita konsumsi. Untuk mengatur produksi dan penyimpanannya, kadar glukosa dikendalikan oleh insulin yang diproduksi pankreas.

Jadi, seseorang dikatakan menderita diabetes melitus jika kadar glukosa darahnya mengalami peningkatan (hiperglikemi). Hal ini terjadi disebabkan pankreas tidak menghasilkan insulin yang dikenal dengan diabetes melitus tipe 1 (DMT1). Ada juga yang insulinnya tercukupi tetapi tubuh tidak efektif menggunakannya. Kondisi ini disebut dengan diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Dan, kebanyakan terjadi pada orang dengan berat badan berlebihan.

 

Gambar 1.1 Hiperglikemia

Di lapangan, kebanyakan kita menemukan pola makan tidak sehat dan aktivitas yang kurang sebagai pencetus dominan pada DMT2. Tidak sedikit individu yang pola makannya tidak sehat memiliki gula darah lebih dibandingkan yang sehat. Hal ini berawal dari ketidakseimbangan antara karbohidrat sebagai sumber utama glukosa dengan kandungan lainnya. Bagi siapa saja, yang mengonsumsi setidaknya satu jenis minuman manis bersoda tiap hari, akan memiliki risiko terkena DMT2 dua kali lebih besar dibandingkan yang jarang. Konsumsi makan siap saji dengan frekuensi tiga kali dalam sepekan juga memiliki tingkat risiko yang tinggi untuk terjadinya DMT2.

Begitu juga dengan gaya hidup santai alias rebahan atau malas gerak yang lebih dikenal dengan mager yang menjadi faktor risiko terjadinya DMT2 dengan tingkat risiko yang tinggi. Karena, aktivitas yang kurang dapat menyebabkan resistensi insulin. Aktivitas fisik yang kurang juga sangat erat dengan DMT2, karena insulin tidak cukup untuk mengubah glukosa menjadi energi yang berakibat terjadinya peningkatan glukosa darah. Sebagian masyarakat mengakui kurang melakukan aktivitas fisik karena disibukkan dengan pekerjaan yang banyak duduk dan ada juga yang dasarnya malas gerak.

Untuk itu pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang perlu diperhatikan. Begitu pula dengan aktivitas fisik berupa kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani perlu dijadwalkan secara teratur, 3-4 kali sepekan selama kurang lebih 30 menit. Dengan pola makan yang sehat dan aktivitas fisik yang teratur dan sesuai, insyaAlloh glukosa darah bisa terkontrol dan dapat mencegah penderita DMT2 dari komplikasi yang diakibatkan darinya.

Referensi

  1. Arifin, M. A. (2020). Hubungan Spiritualitas Dengan Gaya Hidup Pasien Diabetes Melitus Di Puskesmas Bangetayu Semarang (Doctoral dissertation, Universitas Islam Sultan Agung Semarang).
  2. Asnaniar, W. O. S., & Safruddin, S. (2019). Hubungan Self Care Management Diabetes dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe. Jurnal Penelitian Kesehatan” SUARA FORIKES”(Journal of Health Research” Forikes Voice”), 10(4), 295-298.
  3. Azis, W. A., Muriman, L. Y., & Burhan, S. R. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Gaya Hidup Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(1), 105-114.
  4. Black J.M., Hawks J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (3-vol set). Edisi Bahasa Indonesia 8. Elsevier (Singapore) Pte.Ltd.
  5. Bowman-Woodall, C., Harding, M. M., Kwong, J., Roberts, D., Hagler, D., & Reinisch, C. (2019). Study Guide for Lewis’s Medical-Surgical Nursing. New York: Mosby.
  6. Febriyan, H. B. (2020). Gaya hidup penderita diabetes mellitus Tipe 2 pada masyarakat di daerah perkotaan. Wellness And Healthy Magazine, 2(2), 361-368.
  7. Fitriani, F., & Sanghati, S. (2021). Intervensi Gaya Hidup Terhadap Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Pasien Pra Diabetes. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 704-714.
  8. Hickman, R. L., Alfes, F. C., & Fitzpatrick, J. J. (2018). Handbook Of Clinical Nursing: Medical–Surgical Nursing. New York: Springer Publishing Company.
  9. Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2018). Brunner & Suddarth’s Textbook Of Medical-Surgical Nursing. Phiadelphia: Wolters Kluwer.
  10. Ignatavicius, D. D., Workman, M. L. (2006). Medical-Surgical Nursing, Critical Thinking for Collaborative Care. Elsevier Saunders. United States of America.
  11. Murtiningsih, M. K., Pandelaki, K., & Sedli, B. P. (2021). Gaya Hidup sebagai Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2. e-CliniC, 9(2).
  12. Putri, D. M. P. (2019). Hubungan antara self management dan kualitas hidup pasien diabetes melitus type 2. Jurnal Kesehatan Karya Husada, 7(2), 230-240.
  13. Ramadhan, M. A. (2019). Patient Empowerment Dan Self-Management Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 8(2), 331-335.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi Kami via WhatsApp